Metrotvnews.com, Malang: Produksi susu segar dari peternakan sapi perah di daerah bencana letusan Gunung Kelud, Kabupaten Malang, Jawa Timur, masih terhenti total pascaerupsi kendati gunung sudah berstatus siaga.
Penyebabnya karena kondisi korban bencana di sentra peternakan sapi perah di Kecamatan Pujon, Ngantang, dan Kasembon belum pulih.
Penyebabnya karena kondisi korban bencana di sentra peternakan sapi perah di Kecamatan Pujon, Ngantang, dan Kasembon belum pulih.
Sejauh ini warga masih membersihkan rumah yang tertimbun material vulkanis, dan memperbaiki atap rumah yang rusak.
Selain itu hewan ternak kekurangan pakan. Bahkan sebagian sapi milik warga dijual dengan harga murah. Sapi perah di dusun setempat dijual Rp9 juta dari harga sebelum erupsi mencapai Rp15 juta per ekor. Uangnya untuk biaya hidup.
"Warga banyak yang takut sapi mereka mati terkena letusan Gunung Kelud lagi, sehingga tergerak menjualnya meskipun dengan harga murah," tegas warga korban erupsi di Desa Kutut Sambirejo, Desa Pandansari, Kecamatan Ngantang, Malang, Endik Setiyawan, Kamis (27/2).
Ia menjelaskan populasi sapi dipastikan berkurang drastis, sebab selain dijual juga banyak sapi yang diungsikan ke luar Ngantang. Mereka berusaha menyelamatkan hewan ternak ke luar daerah bencana terparah radius 5 kilometer tersebut untuk memberikan pakan secara cukup.
"Itu sebabnya aktivitas memproduksi susu segar berhenti total," tuturnya.
Sedangkan bantuan pakan hijauan dan konsentrat yang disalurkan pemerintah tidak mencukupi kebutuhan.
"Bantuan pakan hiajauan hanya satu ikat sekitar 5 kilogram. Bantuan itu kurang sebab satu ekor sapi setidaknya butuh dua ikat pakan hijauan per hari," ujar peternak yang memiliki 2 ekor sapi tersebut.
Akibatnya produksi susu segar turun drastis maksimal hanya 3-6 liter per hari dari sebelumnya bisa mencapai 10 liter per hari. Produksi susu itu dikonsumsi sendiri untuk menambah nutrisi keluarga pascabencana.
Pristiyo Budi dan Nuriyanti, warga Dusun Kutut Sambirejo yang juga peternak sapi perah mengalami kondisi serupa. Empat ekor sapi perah miliknya belum memproduksi susu karena setelah banjir lahar Sungai Sambong menutup jalan utama Bendungan Selorejo, tidak ada yang mengambil susu peternak setempat.
"Susu segar kami konsumsi sendiri, dan sekarang berusaha merawat sapi meskipun pakannya minim. Lihat saja, sapi menjadi kurus," kata Pristiyo.
Sementara itu, Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Malang menyatakan masih melakukan pendataan populasi sapi di daerah bencana, termasuk mendata produksi dan hutang peternak di koperasi.
Staf Pengurus GKSI Malang Dii Sugianto mengatakan produksi susu segar turun drastis dari 13 liter per ekor per hari menjadi hanya 3 liter per ekor per hari. Penurunan produksi itu terjadi karena kekurangan pakan dan banyak sapi yang stres sejak erupsi Kelud.
Data yang dihimpun GKSI menyebutkan sejak Gunung Kelud meletus pada Kamis (13/2) sampai sekarang kehilangan produksi susu di Kecamatan Pujon sebanyak 92 ton per hari, Kecamatan Ngantang 62 ton per hari dan Kecamatan Kasembon 9 ton per hari.
Sedangkan jumlah sapi milik anggota GKSI di Pujon sebanyak 18.000 ekor, Ngantang 15.000 ekor dan Kasembon 3.000 ekor. Populasi sapi perah di Malang itu terbesar dari total sapi anggota GKSI di Jatim sebanyak 164.000 ekor.
Untuk produksi susu segar Jatim bisa mencapai 570 ton, terjadi penurunan cukup besar dari kapasitas produksi pada 2010-2012 yang bisa mencapai 900 ton per hari.
"Penurunan susu segar di Jatim karena peternak tergiur menjual sapi setelah harga daging mahal. Pascabencana Gunung Kelud, produksi susu bisa jadi turun lagi karena banyak sapi yang dijual," tukasnya.
sumber:metronews.com
0 komentar:
Posting Komentar